Senin, 05 Juli 2010

KONSEP SEKOLAH MODEL DAN INSTRUMEN FERIFIKASI SMS

KONSEP SEKOLAH MODEL DAN INTRUMEN VERIFIKASI SEKOLAH MODEL SMA(SMS)

Direktorat Pembinaan SMA sejak tahun 2007 telah melaksanakan program Rintisan Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional (RSKM/RSSN) sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Program rintisan dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari 441 SMA pada tahun 2007 dan terus dikembangkan hingga mencapai 3.252 SMA pada tahun 2009. Tujuan utama program tersebut adalah mendorong sekolah agar secara bertahap menerapkan SNP. Selain penerapan SNP, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa satuan pendidikan dapat melaksanakan pendidikan berbasis keunggulan lokal (PBKL). Sebagai implementasi dari amanat Undang-Undang tersebut, Dit. Pembinaan SMA juga melaksanakan program rintisan PBKL. Selama 3 tahun berjalannya program rintisan SKM/SSN dan PBKL tersebut secara umum dapat memacu sekolah untuk menerapkan SNP dan PBKL meskipun dengan kualitas yang beragam.

Pembinaan penerapan SNP melalui program rintisan Sekolah Kategori Mandiri (SKM) dan PBKL di SMA akan terus dilanjutkan dan akan dikembangkan dengan mengintegrasikan penerapan SNP, PBKL dan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk pembelajaran dan manajemen sekolah dalam SMA Model. Sekolah model tersebut nantinya diharapkan dapat dijadikan rujukan baik dari segi pembinaan, kondisi fisik, pembelajaran, manajerial, kepemimpinan dan sebagainya terkait dengan SNP, PBKL dan TIK bagi sekolah lain. Program pembinaan tersebut selanjutnya disebut sebagai SMA Model SKM-PBKL-PSB. Pusat Sumber Belajar (PSB) dalam hal ini merupakan program pemanfaatn TIK untuk pembelajaran dan manajemen sekolah dengan menitik beratkan pada penyediaan bahan ajar dan bahan uji berbasis TIK.

LATAR BELAKANG

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warganegara tanpa diskriminasi. Selanjutnya pasal 35 ayat 2 menyebutkan bahwa standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Oleh sebab itu, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan yang bermutu mengacu pada standar nasional pendidikan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan kebijakan kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuk standar nasional pendidikan (SNP). Kebijakan SNP tersebut bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Sedangkan fungsinya sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, SNP juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Ruang lingkup SNP meliputi 8 (delapan) standar yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Sejalan dengan pemberlakuan SNP, maka Pemerintah memetakan sekolah berdasarkan tingkat pemenuhan SNP yaitu sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP dan sekolah yang belum memenuhi SNP. Terkait dengan pemetaan tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi SNP ke dalam kategori mandiri, dan sekolah yang belum memenuhi SNP kedalam kategori standar. Berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri.

Masih berkaitan dengan kebijakan SNP, pada penjelasan pasal 91 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik. Satuan pendidikan dapat memasukan PBKL dalam kurikulum yang pelaksanaannya dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal. Disamping itu peserta didik dapat memperoleh PBKL dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Kebutuhan dan kecepatan penguasaan dan penerapan IPTEK dalam rangka menghadapi tuntutan global semakin meningkatkan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. TIK semakin dibutuhkan dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Kondisi tersebut selanjutnya menjadi perhatian utama Dit. Pembinaan SMA dengan menempatkan TIK sebagai salah satu ikon utama pembinaan SMA yang salah satunya diwujudkan dalam program pengelolaan bahan ajar berbasis TIK melalui Pusat Sumber Belajar (PSB).

1. Tujuan program SMA Model SKM-PBKL-PSB sebagai berikut :

a. Memberikan pendampingan/pembinaan kepada sekolah untuk mewujudkan SKM yang menyelenggarakan pendidikan berbasis keunggulan lokal, dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran dan manajemen sekolah.
b. Menjalin kerjasama dan meningkatkan peranserta pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan di SMA, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam memenuhi SNP, dan menerapkan PBKL serta memfungsikan PSB di sekolah
c. Mewujudkan SMA Model SKM-PBKL-PSB untuk dapat digunakan sebagai rujukan bagi SMA yang akan memenuhi SNP, dan menyelenggarakan PBKL dan PSB

2. Tujuan Konsep dan Strategi Implementasi program SMA Model SKM-PBKL-PSB sebagai berikut :

a. Memberikan infomasi kepada pemangku kepentingan tentang konsep dan strategi implementasi SMA Model SKM-PBKL-PSB
b. Memberikan acuan bagi institusi pembina yaitu Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memberikan bantuan teknis, manajerial dan pendanaan untuk mendukung terwujudnya SMA Model SKM-PBKL-PSB
c. Memberikan arahan bagi SMA Model SKM-PBKL-PSB dalam melaksanakan program SMA Model SKM-PBKL-PSB
d. Memberikan acuan bagi SMA lain yang berkeinginan untuk merintis pemenuhan 8 SNP, menyelenggarakan PBKL dan PSB

HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari program SMA Model SKM-PBKL-PSB adalah :

1. Terlaksananya pendampingan/pembinaan oleh Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota terhadap SMA Model SKM-PBKL-PSB dalam mewujudkan SKM yang menyelenggarakan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran dan manajemen sekolah.
2. Terlaksananya kerjasama antara Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan pemangku kepentingan lainnya dan berperan serta dalam pelaksanaan program SMA Model SKM-PBKL-PSB
3. Terwujudnya 132 SMA model SKM-PBKL-PSB yang dapat dijadikan rujukan sebagai SKM yang menyelenggarakan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran dan manajemen sekolah
4. Terpahaminya Konsep dan Strategi Implementasi SMA Model SKM-PBKL-PSB sekaligus sebagai acuan oleh institusi pembina, pemangku kepentingan, SMA Model SKM-PBKL-PSB, dan SMA lain yang berkeinginan mencapai SKM dan melaksanakan PBKL dan PSB

SASARAN

Mempertimbangkan luas wilayah dan sebaran SMA maka program SMA Model SKM-PBKL-PSB dimulai di 132 SMA yang tersebar di 33 provinsi dan akan dikembangkan secara bertahap di sejumlah kabupaten/kota.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar