Jumat, 07 Agustus 2015

SEJARAH FMKI (FORUM MASYARAKAT KATOLIK INDONESIA)

CATATAN SINGKAT SEJARAH KRONOLOGIS
FORUM MASYARAKAT KATOLIK INDONESIA

Pada 30-31 Mei 1998 diselenggarakan Pertemuan Eksponen Umat Katolik Regio Jawa di Muntilan. Pertemuan tersebut menelorkan Deklarasi Muntilan “Membangun Indonesia Masa Depan”. Deklarasi Muntilan tersebut merekomendasikan didirikannnya Komite Nasional Umat Katolik Indonesia. Gagasan ini disambut positif oleh para tokoh dan umat Katolik Indonesia.
Pada 12-15 Agustus 1998 diselenggarakan Sarasehan di Jakarta mengenai “Keterlibatan Umat Katolik dalam Kehidupan Sosial Politik – Visi, Tantangan, Kemungkinan”. Sarasehan tersebut pada tgl. 15 Agustus 1998 mendeklarasikan Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI).
Selanjutnya FMKI menyelenggarakan Pertemuan Nasional setiap tahun:

PERTEMUAN NASIONAL I FMKI di Yogyakarta, 28-30 Juli 2000, mengolah tema “Peranan Awam Katolik dalam Gerakan Sosial Politik Menuju Masyarakat Indonesia Baru”
PERTEMUAN NASIONAL II FMKI di Bali, 13-15 Juli 2001, mengolah tema “Menumbuhkan Otonomi Masyarakat Daerah dalam Kerangka Persatuan Bangsa”;


PERTEMUAN NASIONAL III FMKI di Palembang, 18-21 Juli 2002, mengolah tema “Meningkatkan Partisipasi Masyarakat untuk Memperkuat Negara Bangsa” dengan sub-tema:
• Meningkatkan partisipasi politik umat melalui penguatan komunitas basis
• Meningkatkan kedewasaan bermasyarakat melalui kesadaran terhadap perbedaan agama dan bernegara.
Dalam Pernas tersebut FMKI mendesak Pemerintah untuk mencabut Dua SKB.
FMKI menolak paradigma kehidupan politik yang hanya mementingkan golongan tertentu saja. Pelayanan publik harus bersifat adil untuk semua golongan masyarakat.
Untuk itu, FMKI mendesak pemerintah mencabut SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 1999 dan SKB Mendagri dan Menteri Agama No. 1 Tahun 1979 tentang Pendidikan Rumah Ibadah.
Konsorsium Sosialisasi Ajaran Sosial Gereja (FMKI Wil. Jawa Tengah dan DI Yogyakarta bersama dengan Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan KAS) menerbitkan buku “Sosialisasi ASG, Pergumulan Kesadaran Sosial Menuju Gereja yang Berkeadilan” (2002). Buku tersebut diterbitkan dalam rangka menjadikan bulan Agustus bulan Ajaran Sosial Gereja.
Sejak 2002 FMKI Jawa Tengah menggagas perlunya menggulirkan Gerakan Apresiasi Pancasila. Gerakan itu dipandang penting dalam menghadapi kondisi masyarakat yang alergi terhadap Pancasila, agar terpelihara ruang bersama yang disebut res publica yang punya dasar yang sama bagi seluruh warga bangsa ini. Gerakan ini diintegrasikan dalam Civic Education tahun 2003.

PERTEMUAN NASIONAL IV FMKI di Jakarta, 23-26 Oktober 2003, mengolah tema: “Kesadaran, Panggilan dan Keterlibatan Umat dalam Kehidupan Sosial Politik di Era Globalisasi”. Hadir 121 peserta mewakili spektrum umat Katolik Indonesia.
Tema tersebut dibagi dalam sub-tema:
1. Kerasulan Awam di Bidang Sosial Politik,
Kelompok ini menghasilkan rumusan bahwa perlu menghadirkan Gereja agar ikut ambil bagian dalam keputusan untuk menentukan nasib bangsa, khususnya demi tujuan kesejahteraan umum, dan demi martabat manusia yang luhur.
2. Pendidikan Kader dan Pendidikan Politik dalam Mewujudkan Civil Society,
Kelompok ini menekankan pentingnya pelaksanaan kaderisasi secara terstruktur, sistematis, terukur, dan berkesinambungan
3. Revitalisasi Wawasan Keadilan dalam Konteks Bhinneka Tunggal Ika untuk Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Warga Bangsa.
Kelompok ini mengemukakan pandangan bahwa masalah wawasan kebangsaan merupakan masalah yang serius akibat globalisasi, ketidakadilan, fundamentalisme baik di bidang agama, ras, suku, dan etnis, yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Kajian dari masing-masing kelompok ini diperkaya dengan masukan yang diberikan panelis: Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ, Rm. Is. Warno Binarja, SJ; dan Krissantono.

PERTEMUAN NASIONAL V di Makassar, 24-27 Agustus 2005, mengolah tema: “Pengembangan Komunitas Yang Mandiri dengan Memberdayakan Pluritas Budaya Nusantara Secara Adil”
Sekretariat Pernas V FMKI KAMS, Jl. Pengayoman F A 5/1 Makassar, Telpon: 0411-455139, 0411-5703123; Fax.: 0411-446949, Email:fmkikams2005@yahoo.com.
Panitia Pelaksana Pernas V Ketua: Lita Limpo, SE Msi; Sekretaris: Stepanus Bo’do’
FMKI KAMS 2004-2006: Ketua Umum: Julius Yunus Tedja; Sekretaris I: IR Hendrikus GD Parera. (Lh. Surat No. 06/X/PANPEL/PERNAS-FMKI/VI/S005)

PERTEMUAN NASIONAL VI di Surabaya, 27-30 September 2007
MEMORANDUM SURABAYA
Pertemuan Nasional VI Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) yang berlangsung di Surabaya, 27-30 September 2007, setelah menelaah keadaan bangsa, masyarakat, dan negara dewasa ini, menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Rasa prihatin terhadap penderitaan sebagian besar masyarakat, akibat kondisi kemiskinan dan pengangguran yang bersifat struktural yang semakin mengkhawatirkan. Kendati demikian tidak terlihat kesungguhan langkah-langkah penyelenggara negara dan kekuasaan pemerintahan untuk mengatasinya;
2. Rasa muak terhadap praktek korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan (abuse of power) yang semakin ekstensif dan intensif. Kendati ada langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan, namun diragukan kesungguhan untuk menuntaskan, diantaranya karena masih bersifat diskriminatif (tebang pilih);
3. Kendati terlihat adanya kemajuan dalam kehidupan demokrasi menyangkut aspek sistem dan formalitas prosedural, namun jiwa, semangat batin, spiritualitas, dan budaya demokrasi ternyata semakin mengalami degradasi. Akibatnya demokratisasi politik ternyata tidak membawa manfaat bagi upaya mengatasi penderitaan rakyat di bidang sosial ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial;
4. Neo-liberalisme yang beroperasi secara global, semakin mengancam eksistensi Negara-Bangsa, menghancurkan potensi masyarakat, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Keadaan ini mengakibatkan keterpurukan di semua bidang kehidupan masyarakat. Sementara itu rambu-rambu konstitusional dan peraturan perundang-undangan tidak ampuh menghadapi penerobosan Neo-liberalisme. Apalagi Amandemen atas UUD 1945 (yang asli) menjadi UUD Baru (UUD 2002) justru memberikan peluang yang lebih leluasa bagi beroperasinya Neo-liberalisme.
5. Dalam pada itu nilai-nilai dasar otentik, diantaranya: Negara-Bangsa (Nation-State), Pancasila, kebhinekaan / keanekaragaman (pluralitas) dalam persatuan dan kesatuan bangsa yang menghadapi gangguan dan ancaman. Sudah berlangsung perubahan jati diri Negara-Bangsa menjadi Negara-Agama, antara lain dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) yang di dasarkan pada syariah agama di sejumlah kabupaten / kota madya. Padahal nilai-nilai dasar otentik tersebut adalah hasil perenungan dan pergolakan batin yang mendalam dari para pendiri Republik (Founding Fathers) dalam masa perjuangan dan pergerakan kemerdekaan, dalam masa yang lama. Konflik antar kelompok yang bersifat sektorian, primodialisme, keyakinan agamis dan ideologis, pengelompokan politis serta kepincangan sosial-ekonomi memerlemah, bahkan mengancam persatuan dan kesatuan dan kesatuan bangsa. Sementara itu penyelenggara negara dan kekuasaaan pemerintahan, seolah-olah membiarkan faktor-faktor disintegratif tersebut terus beroperasi.

Melihat keadaan seperti dikemukakan di atas, ancaman terhadap eksistensi Negara-Bangsa hasil perjuangan kemerdekaan yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 dapat terjadi. Dalam kaitan ini, Forum Masyarakat Katolik Indonesia:
1. Mendesak penyelenggara Negara dan kekuasaan pemerintahan untuk mengambil langkah-langkah terobosan mengatasi pengangguran dan kemiskinan struktural;
2. Mendesak penyelenggara Negara mencegah dan memberantas korupsi secara konsisten dan konsekuen;
3. Mendesak penyelenggara Negara menegah kecenderungan terjadinya pengaburan bahkan perubahan jati diri Negara-Bangsa, serta pengaburan nilai dasar dan penyimpangan implementasi Pancasila;
4. Mendesak penyelenggara Negara, baik eksekutif, MPR, dan DPR untuk meninjau kembali rambu-rambu konstitusional dan peraturan perundang-undangan guna menghadapi arus Neo-liberalisme;
5. Mengajak semua komponen bangsa dan semua komunitas dari berbagai latar belakang guna bekerja sama memelihara dan mempertahankan Negara-Bangsa, Pancasila, pluralitas dalam persatuan dan kesatuan bangsa serta mengeliminasi faktor-faktor disintegratif bangsa;
6. Mendesak partai-partai politik dan mengajak masyarakat menjadikan Pilkada sebagai sarana memperbaiki kehidupan rakyat, bukan sebagai transaksi bisnis dan pemburu kekuasaan. Mengkondisikan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009, baik pemilu legislatif maupun pemilu Presiden/ Wakil Presiden menghasilkan penyelenggara negara (wakil-wakil rakyat dan pimpinan eksekutif) yang berwawasan kenegaraan dan mengabdi pada kepentingan rakyat.
Surabaya, 29 September 2007

Pertemuan Nasional VI
Forum Masyarakat Katolik Indonesia
PERTEMUAN NASIONAL FMKI KE-VII TAHUN 2009 SOLO, 20 – 23 AGUSTUS 2009 membahas beberapa tema:
“Penegasan Peran FMKI Sebagai Mitra Gereja Di Bidang Sosial Politik Kemasyarakatan”, dengan sub tema sbb.:
1. Mengangkat Masa Depan Politik Islam di Indonesia Dr. Yudi Latief (Direktur Reform Institute Jakarta)
2. Budaya Politik dan Peranan Umat Beragama dalam Kebhinekaan Bangsa Indonesia Prof. Dr. Azyumardi Azra (Direktur ProgramPascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta)
3. Perkembangan Politik Indonesia di Tengah Globalisasi Politik Dunia Dr. J. Kristiadi (Peniliti di CSIS Jakarta)
4. Peranan Umat Katolik dan FMKI dalam Memperbarui Politik Kebangsaan Indonesia Dr. Daniel Dhakidae (Mantan Litbang Harian KOMPAS Jakarta)
5. Ke-Katolikan dan Ke-Indonesiaan ajaran/tuntunan Mgr. Sugiyopranoto Dr. G. Subanar, SJ (Dosen di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
6. Kelahiran FMKI Sebagai Proses Pendewasaan Kerasulan Awam (Kerawam) Menjadi Mitra Hirarki Gereja dalam Menghadapi Tantangan Zaman Mgr. Dr. Johannes Pujasumarta (Uskup Bandung)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar